Alasan tentang Diajukannya Gugatan secara Perdata
*ALASAN TENTANG DIAJUKANNYA SUATU GUGATAN SECARA PERDATA (Kapasitas Hukum Penggugat)*
-Imam Hermanda, S.H.- //081382169886
Pasti diantara kita pernah mengalami kecanggungan dalam menyikapi suatu permaslahan hukum yang sedang dihadapi, terutamanya tentang adanya potensi pelanggaran atas hak keperdataan kita. Sedangkan yang menjadi PERTANYAANNYA : Apakah Tepat Apabila Terlanggarnya Hak Keperdataan itu Ditindaklanjuti dengan Diajukannya Suatu Tuntutan/Gugatan ke muka persidangan terhadap orang/pihak lain yang melanggar itu?.
Atau dalam bentuk pertanyaan lainnya :
APAKAH BENAR SEDEMIKIAN MUDAHNYA SESEORANG MENGAJUKAN GUGATAN terhadap diri kita?.
(dikutip dalam artikel hukumonline.com)
Retnowulan. S & Iskandar. O, dalam bukunya yg berjudul "Hukum Acara Perdata : Dalam Teori dan Praktek" pada Hal. 3 mengatakan, bahwa Penggugat adalah seorang yang “MERASA” bahwa haknya dilanggar dan menarik orang yang “diRASA” telah melanggar haknya itu sebagai Tergugat dalam suatu perkara ke depan hakim. Oleh karenanya ttg "Inisiatif" utk mengajukan suatu GUGATAN - diambil oleh seseorang atau beberapa orang KARENA haknya atau hak mereka Telah dilanggar/patut di duga Terlanggar dan lembaga peradilan lah tempat untuk membuktikannya..
Serupa dengan pandangan tersebut, M. Yahya Harahap, dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata (hal. 111-136), mengatakan bahwa yang bertindak sebagai Penggugat : HARUS ORANG YANG BENAR-BENAR MEMILIKI KEDUDUKAN DAN KAPASITAS YANG TEPAT MENURUT HUKUM. Oleh karenanya apabila Keliru dan salah bertindak sebagai Penggugat akan mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil (error in persona).
Dimana sebaliknya, menurut pandangan tersebut, maka beberapa CONTOH kondisi yang menyebabkan seseorang dapat diKlasifikasikan sbg PENGGUGAT YANG TIDAK BERKAPASITAS SECARA HUKUM :
1. Orang yang tidak ikut dalam perjanjian bertindak sebagai penggugat menuntut pembatalan perjanjian, seseorang yang bukan pemilik menuntut pembayaran sewa atau harga barang (tidak memiliki hubungan hukum dgn permasalahan yang disengketakan);
2. Orang yang berada di bawah umur atau perwalian melakukan tindakan hukum tanpa bantuan orangtua atau wali, maka tindakannya tsb mengandung cacat formil karena tidak terpenuhinya syarat (error in persona krena tidak cakap melakukan perbuatan hukum);
3. Seseorang mewakili sebuah Perseroan Terbatas untuk bertindak di depan pengadilan sebagai Penggugat, padahal orang tersebut bukanlah salah satu Direksi Perseroan Terbatas.
Demikian pula hal nya ketika seorang pihak yang berasal dari unsur suatu lembaga/organisasi, maka ia haruslah memiliki kapasitas dlm mengajukan Gugatan ttg adanya suatu hak yg dilanggar oleh pihak lain, TIDAK TERKECUALI mreka yang mendapat mandat/penugasan (baik berdasarkan kewenangan atributif maupun delegasi) dari unsur Instansi/Kesatuan di atasnya.. Umumnya bisa berbentuk surat tugas, surat dinas, surat penunjukkan, dsb.
Dalam pandangan lainnya, Fauzie Yusuf Hasibuan dalam bukunya “Praktek Hukum Acara Perdata di Pengadilan Negeri” menyatakan, bahwa PERSYARATAN mengenai isi gugatan sebagaimana dia tur dlm Pasal 8 No. 3 Reglement Op de Burgerlijke Rechts Vordering (“RV”), pada pokoknya harus memuat :
a. IDENTITAS PARA PIHAK
ADALAH ciri dari Penggugat dan Tergugat yaitu, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal, kewarganegaraan (kalau perlu). Termasuk juga pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai penggugat, tergugat, pelawan, terlawan, pemohon dan termohon;
b. ALASAN-ALASAN GUGATAN (fundamentum petendi atau posita) yang terdiri dari dua bagian:
1) Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden);
2) Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden);
c. TUNTUTAN (onderwerp van den eis met een duidelijke ed bepaalde conclusie) atau petitum:
1) Tuntutan pokok atau tuntutan primer, merupakan tuntutan sebenarnya atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang dijelaskan dalam posita;
2) Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara yang merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok, tuntutan tambahan berwujud.
3) Tuntutan Subsider atau Pengganti, Tuntutan yang diajukan dalam rangka mengantisipasi apabila tuntutan pokok dan tambahan tidak diterima oleh hakim. Biasanya tuntutan ini berbunyi “Ex Aequo Et Bono” (Mohon Hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan seadil-adilnya).
Dengan demikian, jelas bahwa dalam mengajukan suatu gugatan maka harus lah ada kejelasan terlebih dahulu ttg keduddukan dan kwalitas yang akan dituangkan dalam gugatan tersebut sebagai pemenuhan Syarat Formil dalam mengajukan suatu tuntutan/Gugatan kepada pihak lain, baik terkait pengajuan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) ATAUPUN gugatan Wanprestasi (Pasal 1238 KUHPerdata Jo. Pasal 1243 KUHPerdata).
-*"Fiat Justitia ruat Caelum"*-
https://www.instagram.com/p/B0eIX-lFCrf/?igshid=1qmv733zdb3sv
-Imam Hermanda, S.H.- //081382169886
Pasti diantara kita pernah mengalami kecanggungan dalam menyikapi suatu permaslahan hukum yang sedang dihadapi, terutamanya tentang adanya potensi pelanggaran atas hak keperdataan kita. Sedangkan yang menjadi PERTANYAANNYA : Apakah Tepat Apabila Terlanggarnya Hak Keperdataan itu Ditindaklanjuti dengan Diajukannya Suatu Tuntutan/Gugatan ke muka persidangan terhadap orang/pihak lain yang melanggar itu?.
Atau dalam bentuk pertanyaan lainnya :
APAKAH BENAR SEDEMIKIAN MUDAHNYA SESEORANG MENGAJUKAN GUGATAN terhadap diri kita?.
(dikutip dalam artikel hukumonline.com)
Retnowulan. S & Iskandar. O, dalam bukunya yg berjudul "Hukum Acara Perdata : Dalam Teori dan Praktek" pada Hal. 3 mengatakan, bahwa Penggugat adalah seorang yang “MERASA” bahwa haknya dilanggar dan menarik orang yang “diRASA” telah melanggar haknya itu sebagai Tergugat dalam suatu perkara ke depan hakim. Oleh karenanya ttg "Inisiatif" utk mengajukan suatu GUGATAN - diambil oleh seseorang atau beberapa orang KARENA haknya atau hak mereka Telah dilanggar/patut di duga Terlanggar dan lembaga peradilan lah tempat untuk membuktikannya..
Serupa dengan pandangan tersebut, M. Yahya Harahap, dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata (hal. 111-136), mengatakan bahwa yang bertindak sebagai Penggugat : HARUS ORANG YANG BENAR-BENAR MEMILIKI KEDUDUKAN DAN KAPASITAS YANG TEPAT MENURUT HUKUM. Oleh karenanya apabila Keliru dan salah bertindak sebagai Penggugat akan mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil (error in persona).
Dimana sebaliknya, menurut pandangan tersebut, maka beberapa CONTOH kondisi yang menyebabkan seseorang dapat diKlasifikasikan sbg PENGGUGAT YANG TIDAK BERKAPASITAS SECARA HUKUM :
1. Orang yang tidak ikut dalam perjanjian bertindak sebagai penggugat menuntut pembatalan perjanjian, seseorang yang bukan pemilik menuntut pembayaran sewa atau harga barang (tidak memiliki hubungan hukum dgn permasalahan yang disengketakan);
2. Orang yang berada di bawah umur atau perwalian melakukan tindakan hukum tanpa bantuan orangtua atau wali, maka tindakannya tsb mengandung cacat formil karena tidak terpenuhinya syarat (error in persona krena tidak cakap melakukan perbuatan hukum);
3. Seseorang mewakili sebuah Perseroan Terbatas untuk bertindak di depan pengadilan sebagai Penggugat, padahal orang tersebut bukanlah salah satu Direksi Perseroan Terbatas.
Demikian pula hal nya ketika seorang pihak yang berasal dari unsur suatu lembaga/organisasi, maka ia haruslah memiliki kapasitas dlm mengajukan Gugatan ttg adanya suatu hak yg dilanggar oleh pihak lain, TIDAK TERKECUALI mreka yang mendapat mandat/penugasan (baik berdasarkan kewenangan atributif maupun delegasi) dari unsur Instansi/Kesatuan di atasnya.. Umumnya bisa berbentuk surat tugas, surat dinas, surat penunjukkan, dsb.
Dalam pandangan lainnya, Fauzie Yusuf Hasibuan dalam bukunya “Praktek Hukum Acara Perdata di Pengadilan Negeri” menyatakan, bahwa PERSYARATAN mengenai isi gugatan sebagaimana dia tur dlm Pasal 8 No. 3 Reglement Op de Burgerlijke Rechts Vordering (“RV”), pada pokoknya harus memuat :
a. IDENTITAS PARA PIHAK
ADALAH ciri dari Penggugat dan Tergugat yaitu, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal, kewarganegaraan (kalau perlu). Termasuk juga pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai penggugat, tergugat, pelawan, terlawan, pemohon dan termohon;
b. ALASAN-ALASAN GUGATAN (fundamentum petendi atau posita) yang terdiri dari dua bagian:
1) Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden);
2) Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden);
c. TUNTUTAN (onderwerp van den eis met een duidelijke ed bepaalde conclusie) atau petitum:
1) Tuntutan pokok atau tuntutan primer, merupakan tuntutan sebenarnya atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang dijelaskan dalam posita;
2) Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara yang merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok, tuntutan tambahan berwujud.
3) Tuntutan Subsider atau Pengganti, Tuntutan yang diajukan dalam rangka mengantisipasi apabila tuntutan pokok dan tambahan tidak diterima oleh hakim. Biasanya tuntutan ini berbunyi “Ex Aequo Et Bono” (Mohon Hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan seadil-adilnya).
Dengan demikian, jelas bahwa dalam mengajukan suatu gugatan maka harus lah ada kejelasan terlebih dahulu ttg keduddukan dan kwalitas yang akan dituangkan dalam gugatan tersebut sebagai pemenuhan Syarat Formil dalam mengajukan suatu tuntutan/Gugatan kepada pihak lain, baik terkait pengajuan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) ATAUPUN gugatan Wanprestasi (Pasal 1238 KUHPerdata Jo. Pasal 1243 KUHPerdata).
-*"Fiat Justitia ruat Caelum"*-
https://www.instagram.com/p/B0eIX-lFCrf/?igshid=1qmv733zdb3sv
Komentar
Posting Komentar